Yayasan Gemilang Sehat Indonesia Ajak Penyuluh Kemenag Lotim Berperan Aktif Cegah Perkawinan Anak
![]() |
| YGSI saat berdialog bertajuk Aktor Sosial dengan Pemangku Kepentingan di Kabupaten Lombok Timur |
Nusrapost.com -- Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI)
mengajak para penyuluh Kementerian Agama (Kemenag) Lombok Timur untuk berperan
aktif dalam upaya pencegahan perkawinan anak melalui pendekatan langsung ke
masyarakat. Ajakan ini disampaikan dalam dialog bertajuk Aktor Sosial dengan
Pemangku Kepentingan di Kabupaten Lombok Timur, yang digelar di ruang rapat
utama Kantor Kemenag Lombok Timur, Kamis (10/7/2025).
Kegiatan tersebut dihadiri puluhan perwakilan penyuluh agama
dan digelar sebagai bagian dari kerja sama antara YGSI dan Kemenag Lombok
Timur.
Field Officer YGSI, Samsul Hadi, menjelaskan bahwa pihaknya
fokus pada isu-isu terkait perkawinan anak, kekerasan berbasis gender, dan
kekerasan terhadap anak. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), menurutnya, tingkat
perkawinan anak termasuk yang tertinggi di Indonesia.
“Program kami di NTB menyasar dua kabupaten, yaitu Lombok
Tengah dan Lombok Timur. Dialog hari ini bertujuan mendorong keterlibatan aktif
penyuluh agama dalam menyuarakan isu pencegahan perkawinan anak,” kata Samsul.
Ia menyoroti berbagai faktor yang menyebabkan maraknya
perkawinan anak, seperti bullying, pola pengasuhan menitipkan anak kepada
nenek, dan ketertutupan anak perempuan dalam menghadapi isu-isu seksualitas.
YGSI berharap kerja sama ini menghasilkan khutbah Jumat bertema kekerasan
seksual, bullying, dan perkawinan anak untuk disampaikan di masjid-masjid.
Samsul menambahkan, di sektor pendidikan, YGSI telah
mengintegrasikan isu-isu tersebut ke dalam modul pembelajaran bernama PKRS,
yang terbukti mampu menurunkan kasus bullying di sekolah.
Kasi Bimas Islam Kemenag Lombok Timur, H. Lalu
Miftahussurur, S.Ag., dalam sambutannya menyampaikan pentingnya edukasi
berbasis agama dalam menangkal praktik perkawinan anak. Ia menyebut bahwa NTB
menempati posisi teratas dalam kasus pernikahan anak di Indonesia.
“Kita tidak boleh berhenti berikhtiar. Koordinasi antara
semua pihak mutlak diperlukan untuk menurunkan angka perkawinan anak,” ujar
Miftahussurur.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihak Kemenag telah bersurat ke
masjid-masjid agar khutbah Jumat menyampaikan bahaya perkawinan anak. Selain
itu, ia menekankan perlunya modul ajar yang mengedukasi siswa mengenai
kesehatan reproduksi dan pentingnya menjaga tubuh dari tindakan yang merugikan.
“Konten dakwah tentang bahaya perkawinan anak harus
diperbanyak di media agar bisa merubah pola pikir masyarakat, terutama orang
tua dan anak-anak,” tambahnya.
Dialog ini juga menjadi wadah penyampaian aspirasi para
penyuluh di lapangan. Penyuluh Kecamatan Aikmel, misalnya, berharap YGSI turut
menyasar wilayah Lombok bagian utara, yang menurutnya memiliki budaya
pernikahan dini bernama Ngikut Aik—tradisi menikah setelah lulus SMP.
Sementara itu, Abdul Haris Rosidy, penyuluh dari Kecamatan
Keruak, menilai perlunya penguatan literasi digital di kalangan anak-anak
sebagai penyeimbang dari pengaruh negatif teknologi.
“Kerja sama antara penyuluh, penghulu, dan pemerintah daerah
sangat penting untuk mengatasi kesenjangan sosial dan kemiskinan yang memicu
praktik perkawinan anak,” ujarnya.
Semua Peserta dialog yang hadir juga berharap hasil dialog
ini dapat menjadi masukan nyata bagi lembaga pemerintah maupun NGO lain dalam
menyusun langkah strategis pencegahan perkawinan anak, baik di tingkat daerah
maupun nasional. (*)

Post a Comment