Kita Adalah Murid yang Menjadi Guru: Refleksi Hari Guru Nasional

Kita Adalah Murid yang Menjadi Guru: Refleksi Hari Guru Nasional

Kita Adalah Murid yang Menjadi Guru: Refleksi Hari Guru Nasional
Oleh: Mastur Sonsaka 


Setiap tanggal 25 November, Indonesia memperingati Hari Guru Nasional. Tanggal ini bukan sekadar seremoni rutin, melainkan pengingat bahwa pendidikan adalah proses dua arah yang tak pernah benar-benar berhenti. Kita semua—tanpa terkecuali—pernah menjadi murid. Dan pada suatu titik dalam hidup, hampir semua dari kita juga menjadi guru, entah secara formal di depan kelas atau secara tak sadar ketika menasehati anak, adik, teman, atau bahkan orang yang lebih tua dari kita.

Kita adalah murid yang menjadi guru merupakan Frasa yang mungkin sederhana, tapi mengandung kebenaran yang dalam. Guru bukanlah profesi eksklusif yang hanya boleh disandang oleh mereka yang pungungnya bertuliskan “PGRI”. Guru adalah setiap orang yang pernah belajar sesuatu, lalu membagikan pelajaran itu kepada orang lain. Dengan kata lain, semakin kita belajar, semakin kita dituntut untuk mengajar.

Murid Selamanya

Saya ingat betul ketika masih SD, saya takut sekali salah menjawab di depan kelas. Tangan gemetar, suara bergetar, dan wajah memanas. Guru saya waktu itu, Bu Roh, hanya tersenyum dan berkata pelan, “Salah itu biasa, Nak. Yang penting kamu mau mencoba lagi.” Kalimat itu terdengar biasa, tapi ternyata menempel puluhan tahun.

Kini, ketika saya menjadi orang tua dan sesekali “mengajar” anak saya mengerjakan PR matematika, saya sering kali menjadi Bu Roh versi saya sendiri. Ketika anak saya frustasi karena tidak mengerti pecahan, saya mendadak teringat rasa takut saya dulu. Dan tanpa sadar, kalimat yang keluar dari mulut saya hampir persis: “Salah itu biasa, sayang. Kita coba lagi yuk.”

Pada momen itu saya sadar: saya sedang mengajar, tapi sebenarnya saya masih murid Bu Roh. Pelajaran yang saya bagikan bukan milik saya sepenuhnya—ia adalah warisan dari guru-guru saya yang dulu pernah sabar menghadapi saya.

Guru Tanpa Gedung Sekolah

Di era digital ini, peran guru semakin meluas. Seorang ibu yang mengajarkan anaknya memasak lewat video call adalah guru. Seorang karyawan yang membimbing juniornya cara membuat laporan keuangan adalah guru. Seorang pemuda desa yang mengajarkan tetangganya cara mengisi formulir online bansos adalah guru. Bahkan seorang anak kecil yang mengajarkan neneknya cara mengirim foto lewat WhatsApp—ia juga guru.

Guru tidak lagi terbatas pada mereka yang berdiri di depan papan tulis. Guru adalah siapa saja yang mau berbagi ilmu, meski ilmunya baru dipelajari lima menit yang lalu.

Mengajar Adalah Cara Terbaik untuk Belajar

Ada pepatah Latin kuno: Docendo discimus—kita belajar dengan mengajar. Ilmu yang kita bagikan tidak pernah benar-benar berkurang; malah sering kali semakin tajam. Ketika kita menjelaskan sesuatu kepada orang lain, kita dipaksa merumuskan ulang pemahaman kita, menemukan celah-celah yang sebelumnya tak terlihat, dan akhirnya belajar lebih dalam.

Saya sering melihat ini pada anak-anak. Ketika mereka mengajarkan temannya cara bermain game, mereka tiba-tiba jadi lebih jago. Ketika mereka menceritakan kembali pelajaran IPA yang baru dipelajari, pemahaman mereka jadi lebih kuat. Mengajar adalah proses pengulangan yang paling efektif—dan paling manusiawi.

Menghormati Guru dengan Menjadi Guru yang Baik

Di Hari Guru Nasional ini, kita biasanya sibuk mengucapkan terima kasih kepada guru-guru kita. Itu penting dan indah. Tapi ada cara lain yang mungkin lebih bermakna: dengan menjadi guru yang baik bagi orang-orang di sekitar kita.

Menghormati guru bukan hanya dengan memberi bunga atau kartu ucapan. Menghormati guru adalah dengan meneruskan apa yang telah mereka ajarkan—dengan sabar, dengan rendah hati, dengan penuh kasih. Ketika kita mengajar dengan cara yang sama seperti guru kita dulu mengajar kita, saat itulah kita benar-benar menghormati mereka.

Penutup: Lingkaran yang Tak Pernah Putus

Pendidikan adalah lingkaran. Kita lahir sebagai murid, kita tumbuh dengan belajar dari orang lain, lalu kita menjadi guru bagi generasi berikutnya. Lingkaran itu tidak pernah putus, karena ilmu tidak pernah berhenti mengalir.

Jadi, di Hari Guru Nasional tahun ini, mari kita rayakan bukan hanya guru-guru kita, tapi juga murid yang ada di dalam diri kita—dan guru yang sedang kita menjadi.

Selamat Hari Guru Nasional.
 Terima kasih kepada semua guru yang pernah mengajari kita.
 Dan terima kasih kepada semua murid yang memungkinkan kita menjadi guru.

Karena pada akhirnya,kita semua adalah murid yang menjadi guru dan guru yang tetap murid selamanya.

Tags

Post a Comment